NU, Bermula dari Tongkat dan Tasbih

 On Sabtu, Agustus 01, 2015  

Oleh MUSTHOFA BISRI

TEMPO.CO- 30 Juli 2015

Terbentuknya organisasi Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia bermula pada 1920. Saat itu sebanyak 64 ulama Salafiyah dari seluruh penjuru Tanah Air berkumpul di rumah KH Muntaha, Desa Jengkebuen, Kabupaten Bangkalan. Puluhan ulama itu bermukim selama satu bulan di rumah menantu KH Mohammad Kholil Bangkalan itu.

Pertemuan itu membahas kemunculan kelompok Islam baru di Indonesia yang menolak ajaran ahlus sunnah wal jamaah. Para ulama salaf mengaku resah karena kemunculan kelompok yang beraliran Wahabi itu.

"Para ulama waktu itu minta Kiai Muntaha agar menyampaikan keresahan mereka ke Kiai Kholil supaya mendapat tanggapan," kata KH As'ad Samsul Arifin, pendiri Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iya Sukorejo, Kabupaten Situbondo, dalam sebuah ceramah yang rekamannya didengar Tempo, Kamis, 30 Juli 2015.

Belum sempat Kiai Muntaha menyampaikan keresahan para ulama, Kiai Kholil segera memanggil menantunya untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang belum disampaikan. Kepada menantunya, Kiai Kholil membacakan sepotong ayat yang artinya menegaskan para ulama tidak perlu khawatir atas kehadiran kelompok tersebut. "Salah satu karomah Kiai Kholil adalah bisa menjawab pertanyaan, meski orang tersebut belum menyampaikan pertanyaannya," ujar As'ad Samsul Arifin. Saat itu As'ad masih muda dan tengah nyantri di pondok pesantren Kiai Kholil Bangkalan.

Muntaha segera menyampaikan pesan mertuanya tersebut kepada para ulama. Jawaban itu membuat ulama puas dan kembali pulang ke daerah masing-masing. Tiga tahun setelahnya, antara tahun 1921 hingga 1923, sebanyak 46 ulama di Pulau Jawa rutin bertemu untuk mencari solusi atas kemunculan kelompok Islam yang tidak senang pada ajaran ahlus sunnah. Di antaranya kiai yang terlibat pertemuan antara KH Hasyim Asyari, KH Hasan Genggong, KH Samsul Arifin, KH Dahlan Nganjuk, dan KH Asnawi Kudus.

Karena tak juga menemukan jalan keluar, kata As'ad, seorang kiai akhirnya menghadap Kiai Kholil Bangkalan. Dia kemudian bercerita pernah membaca tulisan Sunan Ampel sewaktu nyantri di Kota Madinah. Isinya menceritakan Sunan Ampel pernah bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW. "Dalam mimpi itu Nabi Muhammad berpesan agar ajaran ahlus sunnah dibawa ke Indonesia karena orang-orang Arab sendiri tidak mampu melaksanakannya," ujar As'ad.

Pada suatu hari, awal tahun 1924, Kiai Kholil tiba-tiba memanggil As'ad. Dia diminta sang guru mengantarkan sebuah tongkat kepada muridnya, KH Hasyim Asyari di Tebuireng, Jombang. Pada akhirnya tahun 1924 As'ad bercerita diminta lagi mengantarkan tasbih kepada Hasyim Asyari.

Kata Kiai As'ad, Hasyim Asyari punya reaksi berbeda saat menerima kedua benda tersebut. Saat menerima tongkat, Hasyim berujar bahwa dengan tongkat itu hatinya makin mantap untuk mendirikan organisasi bernama Jam'iyatul Ulama, nama awal NU sebelum berubah menjadi Nahdlatul Ulama.

Sedangkan saat menerima tasbih, ujar As'ad, Hasyim Asyari berujar yang melawan ulama akan hancur. "Saat disuruh Kiai Kholil dua kali ketemu Kiai Hasyim, saya dikasih ongkos 10 rupiah, saya tidak belanjakan, sampai sekarang masih ada," ujar dia.

Setahun setelah peristiwa pemberian tongkat dan tasbihm Kiai Kholil Bangkalan meninggal dunia pada hari ke 29 bulan Ramadan tahun 1925. Setahun kemudian, tepatnya pada 20 bulan Rajab tahun 1926, Jam'iyatul Ulama dibentuk dan didaftarkan pada Gubernur Hindia Belanda. Salah satu penyusun anggaran dasar organisasi Jam'iyatul Ulama saat itu adalah KH Dahlan Nganjuk.

"Sudah jelas, ini kesaksian saya, karena saya tahu awal pembentukan NU yang saya cintai," ujar Kiai As'ad dalam ceramah tersebut.


NU, Bermula dari Tongkat dan Tasbih 4.5 5 Kitab Maop Sabtu, Agustus 01, 2015 Oleh MUSTHOFA BISRI TEMPO.CO- 30 Juli 2015 Terbentuknya organisasi Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia bermula pada 1920. Saat itu sebanyak ...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar